Hati - Hati, Bahaya Laten Pengkafiran terhadap Umat Islam  

Posted by M.S Umam

ms.umam

“Man Kaffara bi-ghairi Ta’wil – fa-huwa Kama Qala”

HR. Imam Bukhori

Jika menilik hadist diatas, maka yang seharusnya kita pahami terlebih dahulu adalah terminologi “kafir”. Ada banyak pendapat tentunya tentang kata “kafir” ini. Dan pastinya tidak mudah bagi kita semua untuk kemudian menjustice seseorang dengan term “kafir”. Bagi mereka yang tertutup dan hanya memaknai teks suci secara harfiyah, pasti menyatakan bahwa, kafir adalah lawan dari mukmin, dan kemudian halal darahnya untuk ditumpahkan. Sangat jauh berbeda dengan pandangan Ibn ‘Arabi. Ia menyatakan bahwa, kafir adalah suatu kondisi tertutup atau menolak kebenaran yang sejati, atau bahkan sumber kebenaran sejati. Karena itu, mereka tidak boleh dimusuhi, apalagi diputusi halal darahnya. Masih menurut Ibn ‘Arabi, kafir juga bermakna tertutup kepada selain Allah SWT; maka kafir disini adalah salah satu tingkatan tertinggi wali Allah SWT. Konon, dalam tradisi tasawwuf dikenal joke bahwa, siapapun yang sudah dikafirkan oleh 41 orang, dan dia tetap bersabar, tidak melakukan perlawanan, apalagi mengkafirkan, maka sebenarnya dia adalah wali Allah SWT.

Nah, dalam lembar kesejarahan (jika tetap melihat hadits diatas) maka akan membangunkan ingatan kita terhadap salah satu golongan dalam Islam yang telah awal melakukan tindak pengkafiran terhadap umat Islam diluar golongan mereka; Khawarij. Adalah sekelompok orang yang keluar dari barisan ‘Ali bin Abi Thalib terkait tragedy Tahkim dalam perang Shiffin melawan Mu’awiyah. Mereka mengkafirkan siapa saja yang berbeda pandangan dan sikap baik di pihak ‘Ali maupun Mu’awiyah. Bahkan pada tingkatan yang lebih ekstrem, mereka akan membunuh siapa pun yang telah dikafirkan. Beberapa kebiasaan Khawarij ini didasari oleh pemahaman al – Qur’an dan Hadits secara harfiyah dan tertutup. Dalam proses selanjutnya, adalah proses pengkafiran terhadap setiap orang atau golongan yang berbeda secara pandangan, pola pikir, dan sikap dengan mereka. Tabi’at buruk demikian juga menjadi sub bagian dari golongan Wahabi, yang muncul di Jazirah Arab pada abad ke-18. Namun, Wahabi sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan Khawarij. Karena, dalam proses identifikasinya, Wahabi adalah sebuah fenomena baru dan tidak memiliki pendahulu dalam lembar sejarah peradaban Islam. Fenomena Wahabi yang hari semakin menguat dibelahan dunia Islam, pada dasarnya bukan karena menempati pos strategis dalam perkembangan pemikiran Islam. Bahkan dikatakan bahwa, Wahabi tidak memiliki peran penting sekalipun dalam perkembangan intelektual marginal dalam Islam. Mereka bisa berkembang sedemikian rupa disebabkan karena kekuasaan politik Ibnu Saud dan penerusnya.

Masih berkutat dalam wilayah sejarah, Wahabi didirikan oleh Muhammad ibn ‘Abdul Wahab. Ayah Muhammad ibn ‘Abdul Wahab adalah pengikut setia madzhab Ahmad ibn Hanbal. Wahabi dianggap sebagai sekte kaku dan keras. Muhammad ibn ‘Abdul Wahab lahir di daerah ‘Uyaynah, termasuk daerah Najd, belahan timur Kerajaan Saudi Arabiyah sekarang, pada tahun 1703 / 1115. Daerah yang terakhir kali menerima Islam dan kampung Musailamah al – Kadzdzab. Terlepas dari Wahabi, nabi sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa, “tidak akan muncul apa pun dari Najd, selain golongan fitnah dan syaitan”. Sejak kecil, Muhammad ibn ‘Abdul Wahab telah memiliki beberapa keganjalan dalam sikap kesehariannya. Sampai – sampai ‘Abdul Wahab, ayahnya diberhentikan dari posisinya sebagai hakim dan diperintahkan pindah dari ‘Uyaynah pada tahun 1726 / 1139.

Berbicara agama, maka akan membahas pula tafsir akan teks – teks suci didalamnya. Jika berbicara tentang tafsir, maka yang akan kita temui adalah keragaman. Nah, dampak dari memahami al – Qur’an dan Hasits (corpus) secara tertutup akan menyebabkan penolakan terhadap rasionalisme, tradisi, dan beragam khazanah intelektual Islam yang sangat kaya. Dengan pemahaman yang sangat tertutup tersebut, Islam terlihat sangat sempit dan tidak dapat menerima adanya perbedaan. Padahal, dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa, Nabi SAW menuturkan ikhtilafu ummati rahmah (perbedaan pendapat diantara umatku adalah rahmat). Dari pemahaman corpus secara tertutup ini, alhasil adalah klaim kebenaran sepihak. Dengan adanya klaim kebenaran sepihak dengan mengandalkan legitimasi teologis dan kemudian mengkafirkan pihak yang lain, maka mereka tergolong umat beragama yang tidak dewasa dan tidak menunjukkan sifat rendah diri sekalipun. Yang ada hanyalah kesombongan semata. Konsep keberagamaan yang dewasa adalah menghargai adanya perbedaan dan sangat terbuka dengan mereka yang berbeda demi mendapatkan kebenaran yang hakiki. Seterusnya, setiap konklusi yang dihasilkan secara tidak sehat, maka akan menimbulkan tindak – tindak atau kelakuan yang tidak sehat pula. Hasilnya adalah sikap dan tindak premanisme dalam agama dan realitas sosial.

Dampak yang terjadi tidak hanya tindak pengkafiran. Namun, lebih dari itu, akan adanya tindak yang tidak manusiawi yang dilandaskan atas nama agama. Dengan dalih amr ma’ruf, mereka mendasarkannya pada sebuah hadits yang berbunyi: “man ra’a minkum munkaran, fal-yughoyyir biyadih, fa-inlam yasthathi’ fa-bilisanih, fa-inlam yasthathi’ fa-biqobih, wa dzalik min adl`af al-iman” . Wahabi memandang hadits ini secara tekstual dengan menganggap bahwa dalam proses penegakan amr ma’ruf harus dengan tindakan fisik (kekerasan), jika masih saja tidak bisa, maka dengan lisan, dan jika masih saja tidak bisa, maka dengan hati. Akan tetapi, ulama’ Aswaja mendasarkan hal yang pertama (fisik) hanya dapat dilaksanakan oleh pemerintah atau penegak hukum, bukan otoritas individual. Untuk yang kedua (lisan ataupun tulisan) dapat diperankan oleh individu – individu yang alim atau berpengetahuan dan mereka yang mengerti masalah agama secara mandalam. Jika masih saja tidak mampu, hanya menyesali dalam hati, menunjukkan lemahnya iman. Karena orang demikian, salah satunya bodoh karena tidak meningkatkan ilmu pengetahuan, atau malas dan tidak mau tahu akan permasalahan yang ada disekitarnya (kesadaran magis ; Paolo Freire)

Nah, dengan adanya pemahaman yang tekstual dan tindak yang tidak manusiawi, yang selalu disandarkan atas nama agama ini, agama dengan sendirinya terkesan tidak ramah dengan konteks dimana umat beragama tersebut berada. Ambil sample beberapa tindak aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh gerakan – gerakan garis keras dalam Islam. Yang melakukan tindak kekerasan mereka, namun yang terkena dampaknya adalah umat Islam secara umum. Umat Islam menjadi resah akan segala tindakan yang telah diperbuat oleh mereka (pelaku bom bunuh diri yang ternyata adalah orang Islam). Stereotip negatif kemudian muncul bahwa Islam adalah agama teroris, agama yang selalu menggunakan pedang (kekerasan) dalam setiap aksi – aksinya. Dengan demikian, berhati – hatilah bagi umat Islam secara umum akan virus yang hari ini mulai menjalar ditengah – tengah kita semua. Jangan kemudian terpengaruh terhadap pemahaman agama yang sangat tertutup dan mudah mengkafirkan orang lain. Alangkah lebih baiknya, kita refleksikan tingkat dan pola beribadah kita. Apakah sudah mengikuti sunnah Nabi SAW dan para sahabatnya, yang tentunya sangat terbuka dengan perbedaan. Dari sinilah, anda sekalian sudah termasuk golongan Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah yang nantinya akan selamat diakhirat kelak.

Wallahu a’lam.

This entry was posted on Senin, 26 April 2010 at 20.24 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

1 komentar

aku kepingin komentar reeek

22 Mei 2010 pukul 07.56

Posting Komentar

Entri Populer