Empirisme  

Posted by M.S Umam


Punya: m.s.umam

Empirisme adalah suatu faham yang memiliki landasan atau prinsip bahwa untuk menghasilkan pengetahuan dan untuk menguji segala pernyataan tentang pengetahuan, harus dengan dan melalui panca indera –termasuk pengamatan langsung dengan panca indera, pengalaman tidak langsung dengan penggunaan peralatan dan percobaan-.

Nama- nama besar tokoh empirisme semuanya berkebangsaan Inggris. Titik tertinggi kemajuan empirisme berada di Inggris, Skotlandia, dan Irlandia pada abad XVII dan XVIII.[1] Dengan diprakarsai oleh Francis Bacon (1210- 1292), kemudian diteruskan oleh beberapa tokoh yaitu Thomas Hobbes (1588- 1679), John Locke (1632- 1704), dan David Hume (1711- 1776) faham empirisme menyatakan ketidaksepakatan terhadap gagasan kaum rasionalis.

Empirisme muncul sebagai faham yang resisten terhadap pernyataan sikap kaum rasionalis yang berpendapat bahwa pengetahuan didapatkan dari akal budi. Selain itu, juga dijelaskan bahwa, kaum empiris anti- Cartesianisme. Yang dimaksudkan disini adalah penolakan secara keras dan penuh perhitungan terhadap rasionalisme filsafat, dan terkhusus terhadap Descartes.[2] Empirisme tidak melakukan system metafisika filsafat, yang selalu berandai- andai melakukan spekulasi. Empirisme hanyalah teori pengetahuan, teori mengenai segala sesuatu yang bisa kita ketahui.[3]

Salah satu sikap tidak sepakatnya kaum empiris terhadap pernyataan dan gagasan kaum rasionalis adalah pertanyaan yang sangat sederhana namun mendasar; “bagaimana anda tahu…?”. Untuk menjawab pertanyaan- Nya (kaum empiris) itu sendiri, mereka menyatakan bahwa hanya ada satu jalan yang dapat diterima untuk mengetahui sumber segala pengetahuan; yaitu dengan mengarah pada pengamatan pengindraan.

John Locke (1632- 1704)

Locke adalah seorang fisikawan. Dia adalah seorang manusia yang sangat praktis, dan boleh dibilang dia lebih cenderung tidak sebegitu mempunyai waktu dengan hal- hal atau istilah- istilah samar, dan argumentasi yang mbulet dari tradisi skolastik. Dia dianggap sebagai tokoh awal perkembangan empirisme di Inggris. Akan tetapi dia dianggap sebagai tokoh yang paling konservatif dan tidak terlalu ekstrim dalam mengembangkan konsep empirisnya; dengan pernyataan yang telah diungkapkannya “peran empirisme akan tiba dalam perkembangan filasafat yang ada dimasa yang akan datang”. Namun dia menambahkan “cukup merupakan ambisi bekerja sebagai buruh rendahan membersihkan tanah sedikit, menghilangkan sampah- sampah yang mengotori jalan pengetahuan”. Dia tidak memiliki orientasi untuk mewujudkan fahamnya sebagai bangunan tertinggi dalam filsafat. Dengan pernyataanya, dia hanya ingin memberihkan “sampah- sampah” yang berserakan dalam ilmu pengetahuan.

Seperti yang dilakukannya kemudian; dia dengan ungkapannya “sebagai buruh” Locke membersihkan “sampah- nya” Descartes yaitu; ide bawaan.[4] Pernyataanya sangat sederhana, namun sangat mendasar, “bagaimana anda tahu…?, data pengalaman, pengamatan indra, dan bukti empiris apa yang bisa anda kemukakan untuk mendukung pernyataan ini…?, bisakah anda tunjukkan dengan merujuk pada data bahwa semua manusia, sejak lahir, memiliki ide ini…?”[5]. Disinilah Locke menyatakan apa yang digagas oleh Descartes sebagai “sampah” yang tak berharga dan sangat mempengaruhi dunia ilmu pengetahuan.

Locke menyatakan bahwa akal pikiran bukanlah ruang yang sudah diisi dengan ide bawaan, seperti halnya Descartes. Akan tetapi Locke memberikan gambaran, bahwa akal pikiran adalah ruang yang kosong; dan yang mengisinya adalah pengalaman dari proses pengindraan.

Dari ringkasan yang ada diatas, kita dapat mengetahui bahwa, teorii pengetahuan Locke adalah; pengalaman adalah satu- satunya sumber kebenaran, pengalaman didapatkan dari proses pengindraan. Titik sasaranya adalah menunjukkan bahwa pengetahuan manusia didasarkan pada proses pengindraan, melalui gambaran penerimaan akal yang dibuat oleh obyek dari luar.

Satu- satunya sumber yang lain adalah refleksi terhadap pengalaman pengindraan, seperti halnya berfikir, ragu, kamudian mencapai tahap keyakinan. Locke juga menyatakan tidak sepakat dengan konsep subyektivisme[6] Descartes. Hal ini dinyatakannya sebagai bentuk penguatan terhadap apa yang telah digagasnya. Dengan berbagai pertanyaan[7], secara kritis Locke telah mematahkan pernyataan Descartes. Ia (Locke) beranggapan bahwa kita tidak akan mengetahui suatu obyek, jika kita telah memisahkan obyek atau realitas empiris dengan pikiran kita.

David Hume (1711- 1776)

Pemuda desa asal Edinburgh Skotlandia; yang tumbuh dan besar dengan kemiskinan[8] ini, senyatanya juga turut andil dalam pergulatan dunia filsafat. Sosok yang diidealkan oleh orang tuanya menjadi pengacara ini, ternyata menjadi sangat ekstrim dengan beragam pemikirannya. Sampai pada akhirnya ia dinilai memiliki pemikiran yang sangat controversial. Salah satu unsure yang melatarbelakangi Hume bisa menjadi sangat controversial adalah sikapnya yang selalu terbuka dengan pandangan pemikiran baru.

Selama enam bulan, setelah ia meninggalkan studi hukumnya, dia menggarap “pandangan pemikiran” baru yang telah membuka pikirannya, dengan rasa keingintahuan dan ingin maju, serta perasaan akan kekuatan yang besar.

Sebelum nantinya kita mengulas lebih panjang perihal pemikiran Hume, alangkah lebih baiknya kita kembali kebelakang untuk mengulas alur pemikiran yang mempengaruhi pemikirannya. Dia pernah mengungkap karya- karya Francis Hutcheson; seorang filsuf moral asal Skotlandia di universitas Glasgow.[9] Francis Hutcheson berpendapat bahwa prinsip moral tidak didasarkan pada kitab Injil, seperti yang dikatakan penganut Kristiani, juga tidak berdasar pada akal pikiran, seperti dikatakan Plato dan Socrates. Keyakinan moral kita hanya terdapat pada perasaan kita, sentiment setuju atau tidak setuju.[10]



[1] T. Z. Lavine, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre, Penerbit Jendela, 2002, Yogyakarta.

[2] “Semua penganut empirisme menyangkal apa yang dinamakan Cartesianisme; Faham rasionalistik system deduktif filsafat yang menyatakan telah menggenggam alam seluruh realitas –manusia, alam dan Tuhan-dengan menggunakan kekuatan akal atau nalar saja, dan telah mencapai kepastian matematis penuh dalam pengetahuan ini dengan menggunakan deduksi logis dari aksioma- aksioma bukti diri…”Ibid, hal 128.

[3] Ibid, hal 128

[4] “Yang disebut ide bawaan oleh Descartes disini adalah ide atau pola pikir yang jernih serta terbukti merupakan bawaan. Disini Descartes juga menyatakakn bahwa ide ini ada bersamaan dengan kelahiran manusia…”, Ibid, hal 130.

[5] “yang jelas banyak orang yang tidak memiliki ide ketuhanan atau logika sejak lahir…”, Ibid, hal 131.

[6] Konsep yang berpandangan bahwa apa yang paling aku ketahui adalah akalku sendiri dan ide yang ada didalamnya.

[7] Bagaimana aku mengetahui, jika aku telah terpaku untuk mengetahui kepastian hanya dengan ide pikiranku? Bagaimana aku bisa memiliki pengetahuan sejati mengenai obyek, sementara obyek itu sendiri terbebas dari akalku didunia ini?

[8] Akan tetapi dalam salah satu sumber ada yang menyebutkan, meskipun berada dalam lembah kemiskinan, Hume juga merasakan budaya yang berada di tanah keluarga Hume; Ninewells. Ninewells adalah tempat yang paling menyenangkan yang bisa dibayangkan. Dikutip dalam T. Z. Lavine, Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre, Penerbit Jendela, 2002, Yogyakarta.

[9] Ibid, hal 137.

[10] Ibid, hal 137

This entry was posted on Rabu, 06 April 2011 at 12.05 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar

Entri Populer