We’e; M.S_Umam

Sebut saja, sampai hari ini kader PMII Tarbiyah sedang mengalami disorientasi gerakan. Pada dasarnya bukan karena perihal kuantitas. Namun, hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap PMII secara utuh. PMII sampai hari ini masih dipelajari dan dipahami sebatas kulitnya saja. Pada esensinya, banyak kader yang masih bingung dalam menata gerak langkahnya. Memang secara garis besar, gagasan paradigmatic yang digagas oleh Pengurus Besar PMII masih dalam tataran debatable.
PMII Tarbiyah sampai detik ini masih tetap menganggap kaum Mustadz’afin adalah kaum yang harus diperjuangkan. Dengan demikian, PMII Tarbiyah jika dinilai ideal tentunya dapat menempatkan kaum Muztadz’afin sebagai salah satu realisasi dari Nilai Dasar Pergerakan (NDP) . Dalam perjuangannya, NDP telah dijadikan panglima oleh PMII Tarbiyah. Dengan dijadikannya panglima, NDP secara otomatis menjadi garda depan (Avant Garde) untuk melakukan gerakannya. Berbagai kemungkinan memang telah dan pernah diantisipasi PMII Tarbiyah. Namun, hal tersebut tak terbantahkan jika ditambahkan dengan 5 konsepsi sebagai pelengkap; Meluas dan Meninggi, Tingginya Mutu Ideologi, Menjaga Tradisi Lama yang Baik dan Mengambil Tradisi Baru yang Lebih Baik, Kreatifitas Individual dan Kearifan Lokal, Realisme Sosial dan Romantik Revolusioner. Dan semua yang tersebut diatas didukung dengan metode Turun ke Bawah (TURBA).
1. Meluas dan Meninggi
Meluas berarti juga kaya. Dalam pandangan penulis, meluas diartikan sebagai kondisi banyaknya kader baik ditingkat Nasional sampai ditingkat Lokal. Dengan banyaknya kader, maka banyak pula ide, gagasan, potensi, dan kreatifitas dalam PMII. Kekayaan kader dengan ide, gagasan, potensi, dan kreatifitas yang dimiliki oleh PMII patut kita syukuri. Ide, gagasan, potensi, dan kreatifitas tersebut ada dengan tidak atau belum hadirnya PMII dalam lembar sejarah pergulatan perubahan sosial politik di Indonesia. Kehadiran PMII disini adalah sebagai mesin generator agar segala ide, gagasan, potensi, dan kreatifitas kader yang luas tersebut dapat dihidupkan kembali untuk kemaslahatan bersama.
Sebagai generator perubahan, PMII harus melaksanakan kegiatan yang meninggi. Kegiatan menginggi tersebut diciptakan untuk mendidik kader- kader muda yang belum cukup terlatih, selama kader tersebut memiliki kemauan dan kesanggupan. Kombinasi garis meluas dan meninggi dirumuskan sebagai berikut; “Kegiatan meluas sebagai landasan bagi kegiatan meninggi, dan kegiatan meninggi sebagai perangkat kegiatan meluas”

2. Tingginya Mutu Ideologi
Jika boleh dikata, PMII sampai hari ini masih belum memiliki ideologi. Namun, banyak pernyataan kader yang merujuk “Aswaja” sebagai ideologi PMII. Aswaja dianggap sebagai ideologi yang bermutu tinggi. Dengan varian nilai yang termaktub didalamnya , PMII telah menjadikan aswaja mulai dari metodologi berfikir sampai pada tataran tindakan. Anggapan penulis bahwa, dengan nilai- nilai tersebut kader PMII memiliki satu disiplin tubuh yang mengharuskan untuk melakukan gerakan dengan style-nya sendiri.

3. Menjaga Tradisi Lama yang Baik dan Mengambil Tradisi Baru yang Lebih Baik
“Al Muhafadhotu ‘ala Qodimi as Sholich wa al Akhdu bi Jadidi al Ashlah” . Pengambilan Qoul ini tidak semata- mata berangkat dari ruang yang kosong. Qoul tersebut dahulu, juga hadir dari pergolakan sosial pada masanya. Dengan arus Globalisasi yang semakin menggila ini, perlu adanya sebuah proteksi terhadap segala sesuatu yang berada disekitar kita.
Pemaknaan penulis akan Qoul diatas, adalah sebuah proses yang sangat hati- hati, namun penuh dengan sikap yang revolusioner. Hati- hati dalam menjaga tradisi lama yang baik dan dalam melakukan penyaringan terhadap tradisi yang baru, sehingga mewujudkan sikap yang revolusioner. Jika hal tersebut menjadi salah satu pelengakap NDP yang telah dijadikan panglima, maka PMII tak akan pernah tergerus oleh zaman.

4. Kreatifitas Individual dan Kearifan Lokal
Permasalahan yang terjadi dalam konsepsi kreatifitas individu adalah, bagaimana kreatifitas individu dalam kekayaan ide dan gagasan kader ? PMII sangat menghormati adanya kreatifitas individu. Namun, individu yang di-maksud adalah bukan individu yang; meminjam paragraf Pramoedya Ananta Toer; “…membuat setiap orang menjadi sibuk dengan segala persoalan yang semestinya tidak menjadi kewajibannya untuk menyelesaikannya, persoalan- persoalan individu dan umum, sehingga setiap orang hidup dalam alam yang penuh dengan penderitaan batin dan pesimisme; individu nampak dan merasa hidup dalam kesunyian, terapung- apung entah dimana, tidak ada kesempatan untuk berhati tulus dan ikhlas terhadap sesamanya, dan setiap orang nampak dan terasa sebagai keledai yang tak tahu kemana akan pergi, dari mana ia datang, tetapi terus berjalan, terus berjalan, dengan beban berat dan sia- sia pada tengkuknya.”
Kreatifitas individual kader akan mendapat kehormatan ketika benar- benar digali dari kondisi obyektif sosio kemasyarakatan dimana kader tersebut berada, tentunya tanpa melapaskan kearifan lokal (Local Wisdom).

5. Realisme Sosial dan Romantik Revolusioner
Ditilik dari namanya, watak realisme social adalah militansi sebagai ciri yang tidak pernah kompromi dengan lawan. Dengan militansi sebagai ciri- ciri, watak dan karakteristik dalam diri kader, maka secara otomatis, proses pengambangan organisasi tidak ternafikan. Dengan militansi yang kuat, organisasi tidak hanya bisa bertahan dalam proses regulasi zaman. Namun, terlebih dari itu adalah mampu mewujudkan proses dinamisasi didalamnya.
Dalam tataran ini, kader diberi keluwesan dalam menentukan arah pijakan dan sejarahnya; yang nantinya akan diambil sebagai sebuah kebijakan. Tidak ada proses dogmatisme atau senioritas yang mengungkung kedirian kader didalamnya. Pola dan proses semacam ini hanya berada dalam kubangan system yang dibangun dalam setiap jenjang kepengurusan.
Karena itu, realisme social adalah kelenturan membaca realitas yang ada sekarang dan realitas yang telah terdahulu; mengambil yang lampau dengan memberi isi baru yang actual dengan pikiran yang progresif dan revolusioner.

Kelima konsepsi diatas tidak akan pernah berhasil ketika tidak menggunakan metode TURBA. Fungsi dari TURBA disini adalah agar segala yang dilakukan tidak berada pada tataran angan- angan saja. Serta, dengan TURBA segala aktifitas yang dilaksanakan akan berbasis pada realitas obyektif. Dengan ini PMII secara umum dan PMII Tarbiyah secara khusus tidak akan pernah termakan oleh pusaran arus zaman. Apa yang ditakutkan kader selama ini; PMII akan menjadi hanya sebatas nama dalam lembar sejarah gerakan mahasiswa, tidak akan pernah terjadi.
Patut kiranya penulis ungkapkan bahwa, kombinasi 1-5-1 ini yang nantinya akan menjadi benteng pertahanan terakhir, ketika kader- kader PMII mengalami stagnasi dalam melakukan gerakan- gerakannya.

Read More......

Pendidikan dalam Bingkai Kuasa Negara  

Posted by M.S Umam

Pendidikan dalam Bingkai Kuasa Negara
We’e: Umam_Hasta
Kekuasaan dan Negara
Sebuah konsep tentang kekuasaan mungkin sudah sering kita dengarkan dan kita kaji bersama. Kekuasaan sampai detik ini merupakan sebuah tembok besar yang tidak ada pintu untuk keluar dari padanya, fentilasi udara yang sekalipun untuk bernafas sangat susah. Disetiap lini kehidupan, gerak, langkah kita diselimuti olehnya (Kekuasaan. Red.). Berbagai jenis kekuasaan yang berada disekitar kita sangatlah beragam; diantaranya kekuasaan militer, kekuasaan politik, dan kekuasaan ekonomi. Akan tetapi bingkaian kekuasaan politiklah yang dipandang paling dominan.
Senyatanya sampai detik ini sebuah konsep yang tentu didalamnya ada berbagai macam variabel, yaitu kekuasaan telah diperebutkan. Dalam memori kita tentunya masih terngiang, bahwa setiap ada momentum pencalonan wakil rakyat pasti banyak orang, golongan, ataupun partai beramai- ramai untuk turut merayakannya.
Disini juga perlu kita ketahui bahwa kekuasaan politik yang sangat mendominasi bentuk kekuasaan yang lain, ternyata berada dibawah kekuasaan sosial. Gianfranco Poggi membedakan kekuasaan sosial atas tiga macam; kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, dan kekuasaan normatif atau ideologi.
Disisi lain psikologis kekuasaan adalah selalu saja ingin melanggengkan dan memperlebar kekuasaannya. Hal ini sudah stagnan dan tidak perlu kita belajar banyak karena kita sendiri telah merasakan hasil dari bingkai kekuasaan. Dengan berbagai cara penguasa menggunakan kekuasaannya untuk dapat menundukkan rakyatnya. Albert Camus pernah berkata “Power tend to corrupt and absolutly power absolutly corrupt”(Kekuasaan mengarah kepada korupsi dan kekuasaan yang mutlak jelas mutlak pula kepada korupsi).
Dalam pencapaiannya (melakukan dominasi) penguasa memiliki banyak cara; diantaranya:
 RSA (Repressive State Apparatus)
Represive State Apparatus (Louis Althusser. Red.) adalah aparat negara yang untuk menundukkan rakyat menggunakan bentuk- bentuk penekanan. Aparat negara yang bergerak dibidang ini ada militer, polisi, SATPOL PP, pengadilan, penjara, dan lain sebagainya. Mungkin banyak dari kita yang secara sengaja atau tidak melihat Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) menggusur Pedagang Kaki Lima (PKL). Masih terngiang juga bagaimana polisi dan TNI menghadang gelombang gerakan mahasiswa ’98, dan banyak lagi tindak- tindak penekanan yang dilakukan untuk hanya sebatas rakyat menjadi ketakutan.
Banyak dampak negatif jika hal ini sampai terjadi. Pada masa Orde Baru siapa yang bersuara menentang kebijakan pemerintah saat itu, kalau tidak dipenjara dengan berbagai alasan, barang tentu dia pasti hilang tanpa jejak. Sosok Widji Thukul, sampai saat ini masih samar keberadaannya. Sosok munir, jurnalis yang tak pandang bulu, meninggalnya sampai detik ini masih kontrofersial. Nah disinilah kesempatan penguasa karena memiliki power untuk tetap melangengkan dan memperlebar kekuasaannya.
 ISA (Ideological State Apparatus)
Ideologi; banyak pemaknaan didalamnya. “Jalan Kebenaran” seringkali kita menyebutnya demikian. Sehingga hal ini sama halnya dengan firman Tuhan yang wajib kita percayai. Dilain sisi ideologi dimaknai sebagai pengarahan suatu masyarakat atau bangsa dan mengantarkannya kepada satu tatanan obsesif. Keyakinan bangsa atau negara untuk mempertahankan diri dari arus globalisasi, turut serta menjadi salah satu makna ideologi.
Dengan berbagai pemaknaan ideologi yang ada diatas, dapat kita simpulkan bahwa Ideological State Apparatus (Louis Althusser. Red.) adalah aparat negara yang untuk menundukkan rakyat menggunakan jalur ideologi. Bentuk dominasi yang semacam ini yang nantinya akan melahirkan sebuah konsep Hegemoni (Antonio Gramschi. Red.)
 Hegemoni
Hegemoni berasal dari bahasa Yunani egomonia yang berarti penguasa atau pemimpin. Dalam penafsirannya hegemoni adalah pengaruh kekuasaan atau dominasi. Sosok Antonio Gramschi intelektual muda marxis mengangkat konsep ini karena dinilai ketertindasan rakyat tidak hanya dari sektor ekonomi saja, akan tetapi ada sebuah kesepakatan antara pihak yang mendominasi dengan pihak yang didominasi. Jalur atau alat yang dipakai dalam bingkaian hegemoni ini adalah memalui ideologi. Dari sini pihak yang didominasi tidak merasakan adanya ketertindasan dalam diri mereka, sebab adanya kesepakatan antara keduanya.

Dominasi Negara dalam Pendidikan

Pendidikan akan berjalan dengan lancar, jika pendidikan tersebut dikontekskan dengan kondisi dimana pendidikan itu berada (Paolo Freire. Red.). Hal ini disinyalir karena pendidikan akan selalu bersinggungan dengan realitas dimana pendidikan itu berada. Senyatanya pendidikan formal hari ini ada sebuah proses penyeragaman. Baik penyeragaman pola fikir, maupun penyeragaman sikap anak didik. Bentuk- bentuk penyeragaman semacam ini yang nantinya akan menjadikan anak didik menjadi tidak memiliki kreatifitas, dan potensi yang ada dalam diri mereka tidak akan pernah tersampaikan.
Dampak yang terjadi adalah menurunnya Sumber Daya Manusia (SDM). Meskipun banyak hal yang meliputi masalah penurunan SDM ini, akan tetapi yang lebih dominan mempengaruhi adalah dari sektor pendidikan. Jika pendidikan formal hari ini masih saja mengkebiri proses anak didik dalam pengembangan potensi diri, maka tidak hanya penurunan SDM saja yang terjadi. Banyaknya pengangguran, tingkat kriminalitas yang sangat tinggi dan banyak lagi dampak yang akan keluar selanjutnya.
Senyatanya banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan kita. Dan yang pasti menjadi korban adalah anak didik. Anak didik belum lagi dibebani biaya untuk mengikuti pendidikan formal, pelajaran yang menjenuhkan. Anak didik disuruh mengikuti pergantian kurikulum yang semakin tidak ada kejelasan, belum lagi jika mereka harus bekerja mencari biaya untuk meneruskan jenjang pendidikan formalnya. Padahal dalam pembukaan UUD ’45 dijelaskan bahwa;
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Ternyata dalam tahap realisasinya, ternyata negara atapun penguasa saat ini masih belum bisa. Entah dengan alasan apalagi mereka (pemerintah atau penguasa) hari ini merasionalisasi kesalahan mereka. Dan entah bagaimana kondisi generasi masa depan jika pendidikan kita masih saja menerapkan sistem yang semacam ini. Sampai kapan anak didik menjadi korban dari kekuasaan yang sepihak semacam ini.

Read More......

Falsafah Indah  

Posted by M.S Umam

Sebuah falsafah indah kehidupan
Terajut dalam bingkai kesunyian
Mendalam penuh dengan ungkapan semu
Makna memudar bersama hadirnya senja
Terangkai beragam kecewa
Namun penuh bangga
Karena falsafah indah tidak membias
Karena angkuhnya egoisitas
3 X 4, 07122008

Banyak yang kecewa
Sehingga setiap ku bicara
Tak ada yang percaya
Dan banyak yang menuduh
Dan menganggap aku Gila
3 X 4, 07122008

Pekat kembali hadir menyeruak kesunyian
Sinarsasi perlahan menghampiri
Jiwa yang kian tertatih
Letih…
Beragam dusta telah kuhadirkan tuk meyakinkan kesadaranku
Namun angkuh kembali mengukuh
Kiranya, hanya semu segala inginku
Tak terasa, bayangmu hadir menerjang kesendirianku
3 X 4, 07122008

Kegilaanku semakin menjadi
Saat jiwa yang meronta menjadikan beribu tanya
Walau saat ini pun keraguan seakan menjelma menjadi keyakinan
3 X 4, 07122008

Beribu tanya hadir dalam kesendirianku
Rengkuh bayangmu seakan membalut kebisuanku
Bayang semu kehadiranmu
Membasuh luka yang tersayat dijemput kebinasaan
3 X 4, 07122008

Read More......

masa ku  

Posted by M.S Umam


(m)ASA ku
we’e; MS. Umam

Waktu itu, memang rasa ini belum muncul sedemikian besar. Tapi sudah ada. Entah apa yang ku rasa ini, benar adanya, atau hanya sebuah keinginan semu semata. Akan tetapi benar, rasa ini semakin menguat, tatkala bayang wajahmu berada dalam angan ku. Bila firasat ini memang benar; bahwa memilikimu adalah salah satu bagian dari tujuan untuk perubahan hidupku, maka tak seorang pun akan bisa memilikimu; selain aku.

Beragam upaya telah aku lakukan untuk meyakinkan diriku bahwa, aku harus memilikimu. Namun, ternyata firasatku selama ini tidak benar adanya. Mungkin, hanya dengan meletakkan rasa CINTA ku padamu dalam lubuk hati, sudah merupakan satu rangkaian dari merubah jalan hidupku.

Dalam benak dan hatiku, sebenarnya masih meragukan tentang apa yang kurasakan selama ini. Aku merasa bahwa, dirimu telah manaruh namaku dalam bagian isi hatimu. Entahlah, akupun sampai detik ini masih tak tahu. Akan tetapi perlu kau ketahui, bahwa CINTA yang kupupuk selama ini tetap subur dalam benak dan lubuk hatiku; dan sampai saat ini masih belum ada yang mengetahuinya; bahkan mungkin dirimu. Aku akan selalu berusaha semampuku untuk tetap menutupinya. Demi perasaan mu.

Aku sadar sebenarnya, dengan aku mencintaimu, adalah sebuah sikap keberanian yang tak beralasan, dan akan menimbulkan banyak perpecahan. Banyak pihak yang kemudian kecewa, tidak terima, dan akan berujung pada pertikaian. Namun apa boleh dikata; keberanianku untuk hanya sekedar mencintaimu, aku anggap tidak terlalu berlebihan. Karena hanya sebatas mencintai; bukan memiliki. Kini hanya sebatas mencintai itu yang aku punya; tidak lebih.

Read More......

Mahasiswa; Kesadaran dan Tanggung Jawabnya  

Posted by M.S Umam

Mahasiswa; Kesadaran dan Tanggung Jawabnya
we’e; ms.umam

al Haqqu bi la Nidhomin yaghlibuhu al Bathil bi Nidhomin

Pembahasan tentang sosok mahasiswa, peran dan fungsinya dalam realitas social dimana mereka berada, kiranya sudah banyak dibahas dalam forum – forum discusi, kajian, artikel, dan opini. Namun, sekup bahasan tersebut kelihatannya tak lapuk oleh zaman. Entah, dari mana penulis menyebutkan, dan dari mana kita memandang. Yang jelas, mahasiswa adalah sosok yang sangat ideal dalam melakukan segala bentuk – bentuk perubahan. Terlepas perubahan tersebut dari dirinya sendiri sebagai seorang mahasiswa, maupun perubahan ditingkatan realitas social dimana mereka berada.
Penulis sadar bahwa, masa transisi dari siswa menuju mahasiswa menjadi sangat berat ketika kita semua tidak paham akan satu hal yang seharusnya menjadi pondasi bagi semangat dan gerak langkah menjadi seorang mahasiswa. Tri Dharma Perguruan Tinggi dianggap sebagai salah satu pondasi awal dalam menapaki sebuah kondisi baru sebagai seorang mahasiswa. Mahasiswa baru yang terkejut dengan budaya yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya (Shock Culture), ternyata juga menyimpan beribu pertanyaan yang sangat mendasar. Benturan kesadaran yang tengah dibentuk dimasa transisi dari siswa menuju mahasiswa tersebut, membuat banyak mahasiswa kemudian apatis terhadap segala hal yang ada disekelilingnya. Nah, sikap apatis semacam ini akan menjadi virus yang mematikan segala potensi dan kreatifitasnya sebagai seorang mahasiswa. Dengan sikap apatis tersebut, semangat dalam diri akan hilang, dan berimbas pada titik kemalasan. Padahal, malas adalah musuh paling utama bagi mahasiswa.

Merubah kesadaran
Masa transisi dari siswa menuju mahasiswa pada dasarnya hanya disandarkan pada dua elemant: Pertama, aktifitas. Jika sebelum menjadi mahasiswa, aktifitas yang dilaksanakan hanya berada disekitar rumah dan sekolah, maka setelah menjadi mahasiswa, aktifitasnya harus ditingkatkan kearah yang lebih luas lagi. Hemat penulis, mahasiswa seharusnya bisa lebih hyperaktif untuk meneguhkan identitasnya sebagai seorang mahasiswa. Tentunya sikap semacam itu dituntut untuk lebih banyak beraktifitas, meski berada diluar dunia perkuliahan. Sikap yang demikian akan berimplikasi besar terhadap masa depannya. Karena, dengan semakin banyak kita beraktifitas, maka semakin banyak pengalaman yang akan didapat dan banyak sekali pelajaran – pelajaran berharga yang tidak mungkin diajarkan dalam ruang sempit perkuliahan.
Kedua, kesadaran. Hampir tidak pernah kita singgung bahwa, kesadaran kita selama ini dibatasi hanya berada dalam ruang – ruang kelas yang sempit, panas, apek, dan memuakkan. Kesadaran siswa, cenderung hanya berada dalam kelas – kelas tersebut. Mahasiswa, seharusnya memiliki kesadaran yang jauh melampaui kelas – kelas dan gedung – gedung kampus yang pada dasarnya akan semakin menjauhkan kita dari realitas sebenarnya. Anggitan penulis, dari sinilah yang kemudian mendasari bahwa, mahasiswa selain beraktifitas didalam dunia perkuliahan, juga dituntut untuk mengembangkan segala potensi dan kreatifitasnya diluar aktifitas didalam kelas. Dengan demikian, mahasiswa tidak diragukan lagi untuk dapat diterjunkan dalam masyarakatnya kelak. Dan gambaran semacam inilah yang dianggap penulis sebagai sebuah kesuksesan bagi seorang mahasiswa.
Jika kita mau sedikit menilik kebelakang, Paolo Freire telah mengklasifikasikan kesadaran manusia menjadi tiga macam. Pertama, kesadaran Magis (Magical Consciousness). Manusia dalam kesadaran ini adalah mereka yang tidak paham akan kediriannya (baca : yang terjadi pada dirinya sekarang) dan tidak pernah mau tahu apa yang melatarbelakanginya. Sebagai contoh: manusia yang tidak tahu bahwa dia bodoh, dan tidak mau tahu apa yang membuatnya menjadi bodoh. Kebiasaan manusia ini adalah selalu menganggap bahwa, apa yang terjadi pada dirinya adalah semua kehendak Tuhan YME (baca ; Nasib).
Kedua, kesadaran Naif (Naifal Consciousness). Mereka yang berada dalam kesadaran ini pada dasarnya mengetahui tentang keadaan yang terjadi pada dirinya. Namun, mereka tidak tahu dan tidak mau tahu akan keadaannya yang sedemikian rupa. Sebagai contoh: manusia yang tahu bahwa dia bodoh, akan tetapi tidak mau tahu apa yang membuatnya menjadi bodoh. Kecendrungan manusia semacam ini adalah sikap apatis yang kemudian berujung pada sikap putus asa. Ketiga, kesadaran Kritis (Critical Consciousness). Adalah satu pola kesadaran manusia yang tahu akan keadaan dirinya dan mau untuk melakukan perubahan. Sebagai contoh: manusia yang tahu bahwa dia bodoh, dan ingin tahu mengapa dia menjadi bodoh. Pola kesadaran ini bisa diidentifikasi dalam pola manusia yang selalu menginginkan suasana dinamis-progresif dalam alur perjalanan hidupnya.

Tanggung jawab besar berada di pundak mahasiswa
Merujuk pada spirit Tri Darma Perguruan Tinggi -Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian- Mahasiswa; siapapun orangnya, apapun ras dan sukunya, dari mana ia berasal, secara otomatis memiliki tiga Tanggung Jawab yang dipikulnya. Pertama, Tanggung Jawab Intelektual. Mahasiswa sebagai insan akademika, dituntut untuk melakukan pengembangan potensi dan kreatifitas dalam berbagai disiplin keilmuan. Hal ini dimaksudkan agar mahasiswa tidak gagap ketika dihadapkan dengan kondisi problematika dalam masyarakat. Kedua, Tanggung Jawab Moral. Yang dimaksud dengan Tanggung jawab moral disini adalah menjaga distansi dengan kekuasaan (Penguasa). Mahasiswa adalah sebagai penjembatan antara rakyat dengan penguasa (Agent of Sosial Control), disinilah ujian moral sebagai mahasiswa.
Ketiga, Tanggung Jawab Sosial. Disini adalah; ungkapan dan kata Mahasiswa tidak berangkat dari ruang yang kosong dan tidak berdiri sendiri. Tak lain, kata tersebut lahir dari sebuah kondisi masyarakat yang secara pendidikan, telah menempuh pada jenjang yang lebih tinggi dari pada siswa. Disini mereka (mahasiswa), dinilai dan dituntut mampu menjawab segala problematika yang ada dalam realitas masyarakat dimana mereka berada.
Kita (baca; Mahasiswa) akan bisa melaksanakan ketiga tanggung jawab tersebut dengan mudah, jika kita bisa mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri kita. Proses penggalian dan pengembangan potensi tidak mungkin didapatkan hanya dalam tembok- tembok sempit dunia perkuliahan. Lebih luas lagi, proses tersebut hanya bisa didapatkan dalam proses dialektis berorganisasi. Dengan keseriusan proses berorganisasi tersebut, kita bisa mencerna dan menimba segala ilmu dan pengalaman untuk bekal hidup dalam realitas masyarakat yang sangat kompleks.

Read More......

makna kesuksesan  

Posted by M.S Umam


Makna Kesuksesan bagi Seorang Mahasiswa
we’e; ms_umam

Experience Is The Best Teacher
Pembahasan tentang sosok mahasiswa, peran dan fungsinya dalam realitas social dimana mereka berada, kiranya sudah banyak dibahas dalam forum – forum discusi, kajian, artikel, dan opini. Namun, sekup bahasan tersebut kelihatannya tak lapuk oleh zaman. Entah, dari mana penulis menyebutkan dan dari mana kita memandang. Yang jelas, mahasiswa adalah sosok yang sangat ideal dalam melakukan segala bentuk – bentuk perubahan. Terlepas perubahan tersebut dari dirinya sendiri sebagai seorang mahasiswa, maupun perubahan ditingkatan realitas social dimana mereka berada.
Dalam bahasan ini, penulis menitik beratkan pada satu segmen yang kemungkinan besar akan berguna untuk hanya sebatas referensi dan renungan sesaat. Kesuksesan sebagai seorang mahasiswa. Nyata, setiap tahun ajaran baru tiba, berjubel mahasiswa yang pada mulanya ingin belajar dalam institusi yang bernama perguruan tinggi, tiba – tiba dikejutkan dengan sodoran atau beban tanggung jawab yang tidak pernah mereka sadari sebelumnya.
Mahasiswa baru yang terkejut dengan budaya yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya (Shock Culture) ternyata juga menyimpan beribu pertanyaan yang sangat mendasar. Benturan kesadaran yang tengah dibentuk dimasa transisi dari siswa menuju mahasiswa tersebut, membuat banyak mahasiswa yang kemudian apatis terhadap segala yang ada disekelilingnya. Nah, sikap apatis semacam ini yang kemudian menjadi virus yang mematikan segala potensi dan kreatifitasnya sebagai seorang mahasiswa. Dengan sikap apatis tersebut, semangat dalam diri akan hilang, dan berimbas pada titik kemalasan. Padahal, malas adalah mungsuh paling utama bagi mahasiswa.

Mahasiswa Sukses
Penulis yakin dengan penuh rasionalitas dan kesadaran penuh bahwa, semua mahasiswa tidak ingin untuk selamanya berada dalam kampus (baca; menjadi mahasiswa abadi). Mereka juga nantinya akan kembali ke kampung halamannya untuk melebur kembali menjadi masyarakat biasa. Harapannya kemudian, setelah menempa berbagai disiplin keilmuan di perguruan tinggi, mereka akan menjadi rujukan bagi masyarakat untuk turut andil menyelesaikan segala problematika ditengah – tengah masyarakat.
Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah, bagaimana seorang mahasiswa dapat menyelesaikan problematika dalam realitas social dimana mereka berada, hanya dengan bekal pelajaran yang didapatkan dalam dunia perkuliahan saja? Penulis juga sangat yakin, tidak akan masyarakat menanyakan tentang bagaimana perkembangan Filasafat Islam sampai hari ini? Atau pertanyaan – pertanyaan lain yang bersinggungan dengan mata pelajaran didunia perkuliahan. Pengaruh mata pelajaran yang diajarkan terhadap kompleksitas permasalahan yang ada didalam masyarakat, kemungkinan Cuma sekitar 35 % saja.
Nah, pertanyaan yang datang kemudian adalah, kekuarangan tersebut bisa didapatkan dimana? Ini yang sebenarnya akan kita bahas secara mendalam terkait dengan kesuksesan menjadi seorang mahasiswa. Organisasi; kurang lebih itulah jawaban atas pas. Dalam organisasi, setiap individu mahasiswa dapat mengambangkan segala potensi dan kreatifitasnya. Tentunya, juga banyak melatih individu dengan berbagai macam skill dan mental sebagai bekal kelak terjun dimasyarakat. Selain itu, mahasiswa juga akan mendapatkan banyak wacana dari beragam disiplin keilmuan yang nantinya juga dapat dijadikan sebagai bekal.
Masa transisi dari siswa menuju mahasiswa pada dasarnya hanya disandarkan pada dua elemant: Pertama, aktifitas. Jika sebelum menjadi mahasiswa, aktifitas yang dilaksanakan hanya berada disekitar rumah dan sekolah, maka setelah menjadi mahasiswa, aktifitasnya harus ditingkatkan kearah yang lebih luas lagi. Hemat penulis, mahasiswa seharusnya bisa lebih hyperaktif untuk meneguhkan identitasnya sebagai seorang mahasiswa. Tentunya sikap semacam itu dituntut untuk lebih banyak beraktifitas, meski berada diluar dunia perkuliahan. Sikap yang demikian akan berimplikasi besar terhadap masa depannya. Karena, dengan semakin banyak kita beraktifitas, maka semakin banyak pengalaman yang akan didapat dan banyak sekali pelajaran – pelajaran berharga yang tidak mungkin diajarkan dalam ruang sempit perkuliahan.
Kedua, kesadaran. Hampir tidak pernah kita singgung bahwa, kesadaran kita selama ini dibatasi hanya berada dalam ruang – ruang kelas yang sempit, panas, apek, dan memuakkan. Kesadaran siswa, cenderung hanya berada dalam kelas – kelas tersebut. Mahasiswa, seharusnya memiliki kesadaran yang jauh melampaui kelas – kelas dan gedung – gedung kampus yang pada dasarnya akan semakin menjauhkan kita dari realitas sebenarnya. Anggitan penulis, dari sinilah yang kemudian mendasari bahwa, mahasiswa selain beraktifitas didalam dunia perkuliahan, juga dituntut untuk mengembangkan segala potensi dan kreatifitasnya diluar aktifitas didalam kelas. Dengan demikian, mahasiswa tidak diragukan lagi untuk dapat diterjunkan dalam masyarakatnya kelak. Dan gambaran semacam inilah yang dianggap penulis sebagai sebuah kesuksesan bagi seorang mahasiswa.

Read More......

Hati - Hati, Bahaya Laten Pengkafiran terhadap Umat Islam  

Posted by M.S Umam

ms.umam

“Man Kaffara bi-ghairi Ta’wil – fa-huwa Kama Qala”

HR. Imam Bukhori

Jika menilik hadist diatas, maka yang seharusnya kita pahami terlebih dahulu adalah terminologi “kafir”. Ada banyak pendapat tentunya tentang kata “kafir” ini. Dan pastinya tidak mudah bagi kita semua untuk kemudian menjustice seseorang dengan term “kafir”. Bagi mereka yang tertutup dan hanya memaknai teks suci secara harfiyah, pasti menyatakan bahwa, kafir adalah lawan dari mukmin, dan kemudian halal darahnya untuk ditumpahkan. Sangat jauh berbeda dengan pandangan Ibn ‘Arabi. Ia menyatakan bahwa, kafir adalah suatu kondisi tertutup atau menolak kebenaran yang sejati, atau bahkan sumber kebenaran sejati. Karena itu, mereka tidak boleh dimusuhi, apalagi diputusi halal darahnya. Masih menurut Ibn ‘Arabi, kafir juga bermakna tertutup kepada selain Allah SWT; maka kafir disini adalah salah satu tingkatan tertinggi wali Allah SWT. Konon, dalam tradisi tasawwuf dikenal joke bahwa, siapapun yang sudah dikafirkan oleh 41 orang, dan dia tetap bersabar, tidak melakukan perlawanan, apalagi mengkafirkan, maka sebenarnya dia adalah wali Allah SWT.

Nah, dalam lembar kesejarahan (jika tetap melihat hadits diatas) maka akan membangunkan ingatan kita terhadap salah satu golongan dalam Islam yang telah awal melakukan tindak pengkafiran terhadap umat Islam diluar golongan mereka; Khawarij. Adalah sekelompok orang yang keluar dari barisan ‘Ali bin Abi Thalib terkait tragedy Tahkim dalam perang Shiffin melawan Mu’awiyah. Mereka mengkafirkan siapa saja yang berbeda pandangan dan sikap baik di pihak ‘Ali maupun Mu’awiyah. Bahkan pada tingkatan yang lebih ekstrem, mereka akan membunuh siapa pun yang telah dikafirkan. Beberapa kebiasaan Khawarij ini didasari oleh pemahaman al – Qur’an dan Hadits secara harfiyah dan tertutup. Dalam proses selanjutnya, adalah proses pengkafiran terhadap setiap orang atau golongan yang berbeda secara pandangan, pola pikir, dan sikap dengan mereka. Tabi’at buruk demikian juga menjadi sub bagian dari golongan Wahabi, yang muncul di Jazirah Arab pada abad ke-18. Namun, Wahabi sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan Khawarij. Karena, dalam proses identifikasinya, Wahabi adalah sebuah fenomena baru dan tidak memiliki pendahulu dalam lembar sejarah peradaban Islam. Fenomena Wahabi yang hari semakin menguat dibelahan dunia Islam, pada dasarnya bukan karena menempati pos strategis dalam perkembangan pemikiran Islam. Bahkan dikatakan bahwa, Wahabi tidak memiliki peran penting sekalipun dalam perkembangan intelektual marginal dalam Islam. Mereka bisa berkembang sedemikian rupa disebabkan karena kekuasaan politik Ibnu Saud dan penerusnya.

Masih berkutat dalam wilayah sejarah, Wahabi didirikan oleh Muhammad ibn ‘Abdul Wahab. Ayah Muhammad ibn ‘Abdul Wahab adalah pengikut setia madzhab Ahmad ibn Hanbal. Wahabi dianggap sebagai sekte kaku dan keras. Muhammad ibn ‘Abdul Wahab lahir di daerah ‘Uyaynah, termasuk daerah Najd, belahan timur Kerajaan Saudi Arabiyah sekarang, pada tahun 1703 / 1115. Daerah yang terakhir kali menerima Islam dan kampung Musailamah al – Kadzdzab. Terlepas dari Wahabi, nabi sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa, “tidak akan muncul apa pun dari Najd, selain golongan fitnah dan syaitan”. Sejak kecil, Muhammad ibn ‘Abdul Wahab telah memiliki beberapa keganjalan dalam sikap kesehariannya. Sampai – sampai ‘Abdul Wahab, ayahnya diberhentikan dari posisinya sebagai hakim dan diperintahkan pindah dari ‘Uyaynah pada tahun 1726 / 1139.

Berbicara agama, maka akan membahas pula tafsir akan teks – teks suci didalamnya. Jika berbicara tentang tafsir, maka yang akan kita temui adalah keragaman. Nah, dampak dari memahami al – Qur’an dan Hasits (corpus) secara tertutup akan menyebabkan penolakan terhadap rasionalisme, tradisi, dan beragam khazanah intelektual Islam yang sangat kaya. Dengan pemahaman yang sangat tertutup tersebut, Islam terlihat sangat sempit dan tidak dapat menerima adanya perbedaan. Padahal, dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa, Nabi SAW menuturkan ikhtilafu ummati rahmah (perbedaan pendapat diantara umatku adalah rahmat). Dari pemahaman corpus secara tertutup ini, alhasil adalah klaim kebenaran sepihak. Dengan adanya klaim kebenaran sepihak dengan mengandalkan legitimasi teologis dan kemudian mengkafirkan pihak yang lain, maka mereka tergolong umat beragama yang tidak dewasa dan tidak menunjukkan sifat rendah diri sekalipun. Yang ada hanyalah kesombongan semata. Konsep keberagamaan yang dewasa adalah menghargai adanya perbedaan dan sangat terbuka dengan mereka yang berbeda demi mendapatkan kebenaran yang hakiki. Seterusnya, setiap konklusi yang dihasilkan secara tidak sehat, maka akan menimbulkan tindak – tindak atau kelakuan yang tidak sehat pula. Hasilnya adalah sikap dan tindak premanisme dalam agama dan realitas sosial.

Dampak yang terjadi tidak hanya tindak pengkafiran. Namun, lebih dari itu, akan adanya tindak yang tidak manusiawi yang dilandaskan atas nama agama. Dengan dalih amr ma’ruf, mereka mendasarkannya pada sebuah hadits yang berbunyi: “man ra’a minkum munkaran, fal-yughoyyir biyadih, fa-inlam yasthathi’ fa-bilisanih, fa-inlam yasthathi’ fa-biqobih, wa dzalik min adl`af al-iman” . Wahabi memandang hadits ini secara tekstual dengan menganggap bahwa dalam proses penegakan amr ma’ruf harus dengan tindakan fisik (kekerasan), jika masih saja tidak bisa, maka dengan lisan, dan jika masih saja tidak bisa, maka dengan hati. Akan tetapi, ulama’ Aswaja mendasarkan hal yang pertama (fisik) hanya dapat dilaksanakan oleh pemerintah atau penegak hukum, bukan otoritas individual. Untuk yang kedua (lisan ataupun tulisan) dapat diperankan oleh individu – individu yang alim atau berpengetahuan dan mereka yang mengerti masalah agama secara mandalam. Jika masih saja tidak mampu, hanya menyesali dalam hati, menunjukkan lemahnya iman. Karena orang demikian, salah satunya bodoh karena tidak meningkatkan ilmu pengetahuan, atau malas dan tidak mau tahu akan permasalahan yang ada disekitarnya (kesadaran magis ; Paolo Freire)

Nah, dengan adanya pemahaman yang tekstual dan tindak yang tidak manusiawi, yang selalu disandarkan atas nama agama ini, agama dengan sendirinya terkesan tidak ramah dengan konteks dimana umat beragama tersebut berada. Ambil sample beberapa tindak aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh gerakan – gerakan garis keras dalam Islam. Yang melakukan tindak kekerasan mereka, namun yang terkena dampaknya adalah umat Islam secara umum. Umat Islam menjadi resah akan segala tindakan yang telah diperbuat oleh mereka (pelaku bom bunuh diri yang ternyata adalah orang Islam). Stereotip negatif kemudian muncul bahwa Islam adalah agama teroris, agama yang selalu menggunakan pedang (kekerasan) dalam setiap aksi – aksinya. Dengan demikian, berhati – hatilah bagi umat Islam secara umum akan virus yang hari ini mulai menjalar ditengah – tengah kita semua. Jangan kemudian terpengaruh terhadap pemahaman agama yang sangat tertutup dan mudah mengkafirkan orang lain. Alangkah lebih baiknya, kita refleksikan tingkat dan pola beribadah kita. Apakah sudah mengikuti sunnah Nabi SAW dan para sahabatnya, yang tentunya sangat terbuka dengan perbedaan. Dari sinilah, anda sekalian sudah termasuk golongan Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah yang nantinya akan selamat diakhirat kelak.

Wallahu a’lam.

Read More......

Mengapa Aku Terlahir  

Posted by M.S Umam

Nya: S. Umam_Hasta

Seperti biasanya, pagi itu aku mulai bergegas dan beranjak dari tempat tidur peot dan sprei kusut itu. Mulai ku ambil handuk dan gayung berisi sabun yang tak bermerk yang mulai mengecil, dan sikat gigi yang mulai rusak bulu sikatnya dan pasta gigi separoh berisi. Rasa dingin itu tetap menyelimuti tubuhku, kiranya ini adalah pendamping setia musim penghujan. Dengan gerak langkah yang agak malas, dan mata sedikit- sedikit masih ingin mengatupkan kedua sisinya, aku tetap memaksakan menuju kamar mandi.


Seperti biasanya, pagi itu aku mulai bergegas dan beranjak dari tempat tidur peot dan sprei kusut itu. Mulai ku ambil handuk dan gayung berisi sabun yang tak bermerk yang mulai mengecil, dan sikat gigi yang mulai rusak bulu sikatnya dan pasta gigi separoh berisi. Rasa dingin itu tetap menyelimuti tubuhku, kiranya ini adalah pendamping setia musim penghujan. Dengan gerak langkah yang agak malas, dan mata sedikit- sedikit masih ingin mengatupkan kedua sisinya, aku tetap memaksakan menuju kamar mandi.
Setelah seluruh badanku sudah terasa bersih, dan segar telah menggantikan kemalasan, aku ambil sepotong roti sumbu yang mungkin semalam telah dicicipi terlebih dahulu oleh tikus- tikus yang kelaparan. Pikirku mungkin pemerintah dan para tengkulak negri tikus juga ikut- ikutan mempermainkan makanan pokok, sehingga rakyat tikus jadi rebutan dan sembarangan kalau melihat makanan disekelilingnya.
Aaahhhh… biarlah
Aku ambil sepatu butut ku dan mulai bergegas untuk menuju tempat kerjaku, tapi…
Mulai 13 tahun setelah kelahiranku atau mungkin lebih dari itu, pemandangan pagi itu tidak jauh beda. Segerombol pemuja sesembahan yang tidak masuk akal itu selalu melakukan ritual agar mereka diberi kenikmatan yang tiada batas, mungkin tanpa pernah mereka ketahui kapan dan dimana sesembahan mereka memenuhi keinginan mereka.

Hampir 35 tahun lebih aku berada ditengah himpitan karang Agama dan Budaya… yang selalu diterjang oleh kerasnya ombak kepentingan mereka yang tidak bertanggung jawab!
Aku hanya sebutir debu… ditengah- tengah… tak tahu arah…
Apakah aku harus menjadi karang yang hanya diam… tak tahu apa- apa… dan suatu saat nanti akan hancur dengan kerasnya ombak…?
Atau haruskah aku yang menjadi ombak… dengan sedikit demi sedikit akan aku hancurkan karang- karang itu…?
Oh…. Tidak…. Tidak….

Datang mencairkan suasana

Hai… bangsat! Tai kamu! Aku cari kemana- mana ternyata ada disini… lagi ngapain? Ko’ serius banget…?

Resah

Aku sedang berfikir…
Apakah sebutir debu bisa merubah karang menjadi lunak… sehingga ia tidak mudah hancur oleh terpaan ombak…?
Dan apakah sebutir debu bisa menghentikan ombak… atau mengarahkannya agar tidak menerpa dan menyiksa karang…?

Bingung… kesal…

Tai kamu… ngomong apa saja sich…? Aku makin bingung sama kamu…! Tidak perlu dipikirlah… hanya debu… karang…. Ombak saja kamu sudah seperti orang kesetanan…!

Biar aku seperti setan asal tidak seperti mereka… setan tapi berwujud manusia

Siapa maksudmu…?

Ya… mereka yang menjadi wakil- wakil rakyat yang ada dinegri ini dan mereka yang selalu menjadi dai ditengah- tengah kegalauan rakyat ditengah- tengah penderitaan yang berkepanjangan dengan menggunakan dalil- dalil agama yang tidak solutif…!

Ooo… masalah itu…! ya… biasa lah… masalah Negara itukan sudah ada yang menentukan, jadi tidak perlu dipikirlah….
Dan masalah mereka yang selalu menggunakan dalil- dalil agama untuk menundukkan rakyat katamu… ya itu juga urusan mereka masing- masing… toh yang dapat dosa juga mereka…

Kesal… marah…

Bangsat….! Tidak harus sedangkal itu kan….


Jadi Kulkas… menjelaskan…

Hei… sabar teman… tidak usah kebawa emosi dulu donk…!
Negara kita sekarang sudah merdeka…. Sudah tidak ada lagi penjajah dinegri ini…!

Iya… kamu benar!
Negara kita sekarang sudah merdeka… tapi kemerdekaannya burung pipit….!

Apa maksudmu…? Dan ada apa dengan kemerdekaan burung pipit…

Coba lihat dan bayangkan setiap hari… setelah ia bangun dari tidur dia bisa terbang bebas kesana- kesini tanpa ada yang melarang… kemana saja dia bisa mencari makan… jika langit sudah berwarna tembaga… dia kembali untuk beristirahat…!

Terus ada apa dengan burung pipit…? Toh itu sudah kebiasaan dia…

Hei…! Jangan lupa pula… kemerdekaan burung pipit ternyata membawa petaka bagi mereka yang punya sawah… yang padinya mulai mengering dan menguning… dengan tanpa mengeluarkan keringat setetes pun… ia dengan enaknya berayun- ayun diatas tangkai padi dan menikmati buah padi…. Tanpa menghiraukan petani…
Jangan lupa juga…. kemerdekaan burung pipit ternyata masih banyak moncong senjata yang siap untuk menembaknya dan kemudian memenjarakannya dalam sangkar…

Apa maksudmu…? Aku semakin bingung dan tidak tahu maksudmu……

Ya! Kemerdekaan yang selalu merugikan orang lain… bertindak dan berperilaku se- enaknya sendiri…
Kemerdekaan yang selalu takut dan khawatir musuh akan menangkap dan memenjarakannya…
Selama ini kita masih BOdoh dan TOloL… setiap hari dan setiap kita baru bangun tidur, kita sudah dicekoki udara kotor, bercampur nafas koruptor… yang hanya membuat permainan dan dengan se- enaknya dia berselingkuh dengan mereka yang punya uang banyak…! Tanpa memikirkan dampak yang terjadi selanjutnya… tanpa melihat mereka yang kesakitan dan diambang kehancuran…

Kenapa juga kamu menyalahkan mereka yang beragama…? toh apa yang mereka perbuat juga berdasarkan atas hukum- hukum agama…?

Kamu tahu…! Selama ini kita juga diombang- ambing oleh pertentangan agama…
Belum lagi pertentangan Ideology golongan- golongan yang berbeda paradigma dalam salah satu Agama yang juga ikut andil dalam pembelokan- pembelokan agamanya, demi ideology golongannya yang tidak mau ancor… padahal ummat sangat membutuhkannya…
Apakah hukum agama menyuruh dan memerintahkan supaya sesama penganut agama harus bermusuhan dan memusuhi yang lainnya…?
Jangankan beda agama…! Yang se- agama saja sering terjadi ketidak cocokan dan sering pula terjadi pertikaian…

Itukan sudah biasa… itu yang disebut Dialektika….
Ya…! Dialektika… tapi tanpa pertumpahan darah…!

Marah…

Tidak bangsat…!
Negara kita bukan milik siapa- siapa, Negara kita bukan milik orang lain… Negara kita seharusnya tetap Negara yang agraris… yang kaya akan hasil alam… Negara yang kaya akan suku, budaya dan tradisi… Negara yang berpendidikan…
Kita juga beragama…! Ya! Agama yang memiliki Tuhan satu… Tuhan yang menyayangi hambanya… Tuhan yang mengetahui segala sesuatu yang ada dibumi serta jagat raya ini…
Dengan beragama kita miliki Etika…

Ikut marah…

Makan itu Negara dan Agamamu…
Negara yang katamu agraris… yang kaya hasil alamnya… beragam suku, budaya dan tradisinya… serta berpendidikan…
Lihat…
apa yang terjadi jika semua orang masih berpikiran dan memiliki kesadaran sepertimu…?

Apa maksudmu…?

Lihat… apa Negara kita sekarang…? Agraris…?
Agraris gundolmu… industrialisasi sudah tak dapat dibendung lagi… sudah banyak sawah- sawah dan tanah menjadi pabrik… dan orang- orang yang masih memiliki sawah dan tanah dengan mudah dibohogi oleh mereka yang serakah agar menjual tanahnya dengan harga yang murah… tanah sudah tidak lagi milik orang- orang pribumi…! mereka di- iming- iming untuk jadi buruh dengan upah tiap bulan yang sangat minim dan hampir tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari- harinya…!
Semua sudah jadi babu…!
Lihat… apa Negara kita sekarang…?
Kaya hasil alamnya…?
Kau gila… itu semua sekarang sudah milik orang- orang yang punya uang… orang- orang yang punya alat produksi untuk mengambil dan mengolah hasil alam kita…!

Siapa yang bilang seperti itu…?

Apa kamu tidak lihat, mendengar, dan membaca…? Hampir semua Tambang minyak, emas, batu bara, nikel dan semua hasil alam lainnya yang ada dinegara kita sudah menjadi milik orang- orang dan perusahaan- perusahaan asing…!
Dan kita… lagi- lagi jadi babu…!
Lihat apa Negara kita sekarang…? Beragam suku, budaya dan tradisi serta berpendidikan katamu…?
Suku apa…? Perang antar suku maksudmu…! Dengan banyaknya kekerasan simbolik yang selama ini diciptakan oleh para Kapitalis dengan gaya Neo Imprealisnya agar kita terpecah belah…?

Tidak… tidak…

Budaya apa…? “BUat DAda orang kaYA”… maksudmu?
Tradisi apa…? Tradisi yang selalu mem- babu…?
Pendidikan macam apa yang kamu banggakan…? Kita selama ini hanya diseragamkan oleh instansi- instansi pendidikan, tanpa memperhatikan potensi dan kreatifitas berfikir yang ada dalam diri kita…?
Terus mana Tuhanmu…?
Yang katamu menyayangi, dan mencintai hambanya….?
Yang katamu mengetahui segala sesuatu yang terjadi dibumi dan jagat raya ini…?
Mana…?
Dimana semuanya…?
Apa semua sudah tuli…?
Apa semua sudah buta…?
Apa semua sudah tidak lagi merasakan…?
Hehm…! Persetan dengan semua….!
Mana Negara mu dan Agama yang kau bangga- banggakan…? Toh semuanya adalah hasil Import, tidak ada local wisdom di Negara kita…!

Pergi meninggalkan…
Sendiri Menangis…

Apa yang terjadi dengan semua ini…?
Mengapa semua ini terjadi…?
Siapa yang membuat semua ini terjadi…?
Mengapa aku terlahir didunia ini….!


Read More......

kondisi bangsa hari ini  

Posted by M.S Umam

lapar!

Read More......

Entri Populer