Ke(DIAM)an Kita  

Posted by M.S Umam

Ke(DIAM)an Kita[1]

we’e : ms_umam[2]

Almuhafadhotu ‘ala Qodimi as Sholich wa al Ahdu bi Al Jadidi al Ashlah

Satu konsep Ushul Fiqh dari Hadrotus Syaich Imam Syafi’I tersebut sudah sering kita dengar dan kita utarakan. Namun, terkesan sampai hari ini banyak diantara kita masih belum bisa merealisasikan hal tersebut. Jika konsepsi diatas diterapkan dalam wilayah berorganisasi, maka satu organisasi akan terlihat sangat elegan dalam setiap pemikiran, gerak, dan langkahnya. Terlepas dari mana kita memaknai satu organisasi. Yang jelas, hal ini juga bersinggungan dengan cita- cita PMII; menciptakan kader insane ulul albab[3]. Kembali saya tegaskan bahwa, organisasi akan berjalan dengan baik ketika system managerial dan supporting sistemnya juga berjalan dengan baik.

Kembali kita bahas terkait dengan konsepsi diatas. “menjaga tradisi lama yang baik, dan mengambil tradisi baru yang lebih baik”. Kurang lebih semacam itu makna dalil yang ada diatas. Dalil yang sedemikian rupa, memiliki makna yang sangat mendalam. Satu sisi, kita dituntut untuk melanggengkan tradisi lama yang baik. Disisi lain, kita disuruh memilah dan memilih tradisi baru yang lebih baik. Organisasi akan memiliki karakteristik jika dapat melanggengkan tradisi lama yang sudah baik. Dan akan terlihat sisi dinamisnya ketika dapat mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik.

Ambil satu contoh yang kerap kita ketahui, namun tidak pernah kita pahami sabagai satu pola system yang sangat menarik; kajian rutin komisariat. Istilah kajian berasal dari suku kata “ngaji” yang berarti belajar. Merunut dawuh dari KH. Bisri Syansuri “Ngajio ben dadi Aji”. Kemudian, ada maqola yang berbunyi “Ta’allam fa inna ‘ilma zainun li ahlihi wa fadlun wa ‘inwanun likulli mahamidi”[4]. Dengan “Ngaji” kita telah melaksanakan proses pemberdayaan diri. Terlebih hal tersebut dilaksanakan didalam organisasi. Tak pernah kita sadari, pada dasarnya kita telah melaksanakan system yang sangat kokoh, yang telah dibangun oleh para ulama’ terdahulu. Dan hal tersebut sudah terbukti kemanjurannya dalam meramu seseorang untuk menjadikan dirinya lebih terberdayakan.

Penerapan atau pola lama yang baik semacam ini perlu untuk tetap dilanggengkan sebagai salah satu bentuk dan karakter organisasi. Hal ini juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi kader agar mempunyai rasa “memiliki” terhadap komisariat dan organisasi secara umum. Yang selama ini kita anggap sulit dalam menjalankan roda organisasi pada dasarnya adalah tidak adanya team work dalam melaksanakan proses. Jika kader sudah mempunyai rasa “memiliki”, maka tidak ada kata sulit dalam proses dinamika berorganisasi. Lagi- lagi saya tegaskan bahwa, ini masih salah satu contoh dari banyak hal yang telah kita laksanakan dan akan kita hadapi dikemudian hari.

Tanggung Jawab Kader Pergerakan

Banyak hal sebenarnya jika kita mau melaksanakan proses pembangunan organisasi. Namun, lagi- lagi terkesan kehilangan arah dan tujuan sehingga menjadikan kita tidak tahu akan peran dan fungsi kita sebenarnya. Seharusnya, pembahasan ini tuntas diwilayah pasca PKD. Namun, ada kemungkinan kita semua lupa (jika tidak mau disebut pura- pura lupa atau tidak tahu sama sekali) bahwa, ada dua tanggung jawab yang ada di PMII[5]. Pertama, tanggung jawab social. Dimana, kader- kader PMII wajib hukumnya untuk lebih sensitif terhadap realitas social dimana mereka berada. Dalam hal ini, kader PMII dituntut untuk menegakkan nilai- nilai yang dibangun di PMII dalam realitas social. Tentunya nilai- nilai yang terejawantahkan dalam Aswaja dan NDP PMII. Karena keduanya memiliki spirit keIslaman dan keIndonesiaan yang menjadi sumber dari lahirnya nilai- nilai tersebut.

Kedua, adalah tanggung jawab formal. PMII adalah Organisasi pengkaderan. Dimana ada semacam proses jenjang kaderisasi didalamnya. Nah, disinilah letak tanggung jawab formal kader terhadap organisasi. Tanggung jawab yang satu ini, mengharuskan kader- kader PMII yang sudah lolos dari “seleksi alam” untuk melanjutkan mata rantai kepengurusan di PMII. Baik buruknya organisasi berada ditangan generasi yang menjalankan amanat organisasi. Tidak ada seorang kader pun yang menginginkan organisasinya menjadi jelek, lebih- lebih mati ditelan zaman. Maka dari itu, satu tanggung jawab ini menjadi sangat bermakna ketika hal tersebut terngiang dikepala kita semua.

Spirit Agamis Menuju Spirit Organisatoris

Semangat yang terbangun di PMII Tarbiyah Cabang Surabaya sampai hari ini masih terkesan sangat agamis-konservatif. Meski tampak dari luar nalar yang dibangun sangat liberal-kompromistis, namun sikap yang ditunjukkan masih terkesan sangat kaku dan kolot. Hal tersebut terbangun dari kerancuan berfikir kepengurusan yang selalu tertutup dan mempertimbangkan segala sesuatu menjadi sangat politis.

Entah, apakah ini menjadi satu keresahan individu yang kemudian menjadi keresahan kolektif kader hari ini. Atau, hal ini hanya sebatas resapan dari realitas yang terjadi. Akan tetapi, demikianlah yang menjadikan penulis menjadi resah ketika melihat kejadian demi kejadian terus berlanjut, baik didalam maupun diluar kantor komisariat. Dampak yang paling mendasar dan paling kentara adalah, imbas terhadap kader yang kemudian menjadi sangat rentan terhadap hal- hal yang ada disekelilingnya. Timbullah kecurigaan- kecurigaan antar kepengurusan dengan kader yang ada didalamnya.[6] Kecurigaan tersebut tidak terjadi secara alamiah, akan tetapi terstruktur dan rapi. Minimnya komunikasi dan koordinasi menjadikan banyak hal yang akan memicu konflik dalam organisasi.

Meski konflik akan menambah dinamisnya satu oragnisasi[7], namun perlu diantisipasi juga ketika tidak bisa me-manage-nya. Konflik akan menjadi bara yang akan membakar apapun yang ada disekitarnya. Bagaimana pun juga, apa yang selama ini kita pahami sebagai satu gambaran yang ideal, patut kiranya kita jadikan pondasi untuk gerak langkah kita selanjutnya. Jangan sampai bangunan yang selama ini sudah kokoh akan hancur hanya dengan krikil kecil yang menjadi penghambat dinamisasi suatu organisasi.

Ambil saja satu sample bahwa spirit agama yang selama ini sudah kadung kita langgengkan sebagai pondasi yang melatarbelakangi proses gerak langkah kita. Namun, perlu adanya formulasi baru agar spirit agama tidak lagi menjadi sesuatu yang kolot dan kaku. Mari, dalam hal ini kita jadikan sebagai acuan untuk menata gerak langkah kita selanjutnya. Memang, realitas memiliki logikanya masing- masing. Namun, perlu kita garis bawahi bahwa, akan terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan jika kita tidak cepat- cepat untuk memaksimalkan segala potensi yang ada, menjadi hal yang mempengaruhi proses keberlanjutan organisasi. Spirit agama yang selama ini terkesan kaku, kolot, dan statis, hari ini coba kita refleksikan menjadi satu gerakan untuk mewujudkan sebuah perubahan. Tentunya melalui bumbu – bumbu yang semakin terbuka dan komunikatif.

Pada dasarnya, dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) telah termaktub nilai- nilai yang sangat ideal.[8] Stagnasi yang terjadi akhir- akhir ini ada, kemungkinan besar karena pelaku sejarahnya kurang dapat memahami latar historisitas dan nilai- nilai yang terkandung dalam organisasi. Ada kemungkinan juga kurangnya pemahaman terhadap peran dan fungsi masing- masing elemen, sehingga mensyaratkan terjadinya konflik internal yang tidak pernah kunjung selesai.



[1] Ditulis dalam keadaan resah…

Kata ini masih ambigu atau bermakna ganda. Pertama, adalah “kediaman” atau rumah singgah, tempat berdiam diri. Kedua, bermakna sikap yang “diam” atau stagnan dalam semua hal. Disinyalir, hari ini terjangkit pada diri kita semua. Kemungkinan, tulisan ini akan sedikit membantu kebuntuan kita dalam menentukan arah gerak langkah kita. Demi PMII Tarbiyah sepenuhnya.

[2] Ketua Umum PMII Tarbiyah Kombes Sunan Ampel Cabang Surabaya periode 2008 – 2009. Untukmu satu tanah air ku. Untukmu satu keyakinanku. Inilah kami wahai Indonesia satu angkatan dan satu jiwa. Putera bangsa bebas merdeka. Tangan terkepal dan maju kemuka. Mundur selangkah adalah satu penghianatan.

[3] Merebut Kekuatan Perubahan, PKC PMII JATIM, 2005

[4] Ta’limu al Muta’allim

[5] Merebut Kekuatan Perubahan, PKC PMII JATIM, 2005

[6] Hal ini kerap terjadi dalam proses dialog santai atau pun dalam forum- forum formal yang telah dilaksanakan. Juga didukung dengan keresahan kader yang kemudian menjadikan putusnya komunikasi antar pengurus dengan kader yang masih aktif dalam organisasi.

[7] Hal tersebut jika konflik dimaknai sebagai hal yang sangat membangun dan menjadikannya sebagai evaluasi dalam setiap gerak langkahnya.

[8] Merebut Kekuatan Perubahan, PKC PMII Jawa Timur, 2005. Nilai Dasar Pergerakan (NDP) adalah sublimasi dari nilai- nilai ke-Islam-an dan ke- Indonesia-an; Tauhid, Hablum min Allah, Hablum min an Naas, Hablum ma’a al ‘Alam. Adalah satu konsepsi sangat lengkap untuk mewujudkan perubahan. Tidak ada yang mensyaratkan akan hal- hal yang sifatnya statis didalamnya.

This entry was posted on Jumat, 08 April 2011 at 11.02 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar

Entri Populer